IDXChannel – Saham emiten minyak dan gas (migas) rebound pada Rabu (18/6/2025) seiring lonjakan komoditas energi di pasar global di tengah memanasnya konflik Iran-Israel.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.47 WIB, saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) melejit 9,03 persen ke Rp338 per unit.
Kabar terbaru, ENRG akan menerbitkan 2,48 miliar saham baru lewat skema private placement, setara 10 persen dari total saham beredar. Aksi ini ditujukan untuk memperkuat kinerja anak usahanya di sektor migas, PT Imbang Tata Alam.
Sekitar 70 persen dana hasil private placement akan digunakan untuk mendanai kegiatan pemboran di Blok Malacca Strait, di mana Imbang Tata Alam menjadi operator dan pemilik penuh partisipasi interes. Sementara 30 persen sisanya akan digunakan sebagai modal kerja tambahan, termasuk untuk pengadaan barang dan jasa di luar aktivitas pengeboran.
Saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) juga terkerek 2,16 persen, bersama dengan PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) yang mendaki 4,04 persen.
Kemudian, saham PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) naik 1,45 persen, sedangkan anak usahanya PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) terkoreksi 0,32 persen.
Tidak ketinggalan, saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) terapresiasi 1,16 persen.
Harga minyak naik lebih dari 4 persen pada Selasa (17/6/2025) seiring konflik anra Iran dan Israel yang terus berlanjut tanpa tanda-tanda mereda, meskipun infrastruktur utama minyak dan gas sejauh ini belum terdampak signifikan.
Kontrak berjangka (futures) Brent ditutup di level USD76,45 per barel, naik 4,4 persen. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berakhir di USD74,84 per barel, naik 4,28 persen.
Meski belum terjadi gangguan besar pada aliran minyak, Iran sebagian menghentikan produksi gas di ladang South Pars yang berbagi wilayah dengan Qatar setelah serangan Israel memicu kebakaran pada Sabtu. Israel juga menyerang depot minyak Shahran di Iran.
Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn, menilai, serangan udara yang terus berbalas antara Iran dan Israel memunculkan kembali risiko geopolitik di pasar minyak yang sebelumnya sudah menghadapi keseimbangan pasokan dan permintaan yang ketat.
“Ini bukan kejadian sekali lewat; situasinya kemungkinan lebih mirip dengan konflik Rusia-Ukraina,” kata Flynn, dikutip dari Reuters.
Tabrakan dua kapal tanker minyak di dekat Selat Hormuz—di tengah meningkatnya gangguan elektronik selama konflik—menyoroti potensi terganggunya jalur vital pengiriman minyak tersebut.
“Pasar pada dasarnya khawatir terhadap potensi gangguan di Selat Hormuz, tapi risikonya masih sangat kecil,” kata Analis Saxo Bank, Ole Hansen.
Ia menambahkan, tidak ada pihak yang menginginkan penutupan jalur itu, mengingat Iran akan kehilangan pendapatan dan AS menginginkan harga minyak serta inflasi yang lebih rendah.
Ketidakpastian juga memunculkan pertanyaan di kalangan pelaku pasar soal bagaimana Iran akan bereaksi jika mereka merasa mulai kehilangan kendali atas kekuasaan, menurut John Kilduff, mitra di Again Capital.
“Kita melihat adanya premi risiko keamanan sebesar lebih dari USD10 per barel yang kini masuk dalam harga minyak,” kata Kilduff.
Meski ada potensi gangguan, beberapa tanda menunjukkan pasokan minyak tetap mencukupi, di tengah ekspektasi permintaan yang lebih rendah.
Dalam laporan bulanannya pada Selasa, Badan Energi Internasional (IEA) merevisi turun perkiraan permintaan minyak global sebesar 20.000 barel per hari dibanding bulan lalu, dan menaikkan proyeksi pasokan sebesar 200.000 barel per hari menjadi 1,8 juta barel per hari.
Analis PVM Associates, Tamas Varga, menyebut perhatian investor juga tertuju pada keputusan suku bunga bank sentral, dengan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) AS dijadwalkan membahas arah suku bunga pada Selasa malam. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.