IDXChannel – Saham emiten sektor minyak dan gas (migas) menguat pada perdagangan Kamis (12/6/2025) di tengah kenaikan tajam komoditas energi di pasar global.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.27 WIB, saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) melambung 17,58 persen ke level Rp107 per unit.
Kemudian, saham PT Elnusa Tbk (ELSA) terkerek 3,36 persen, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) mendaki 3,25 persen, PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) tumbuh 3,76 persen.
Demikian pula, saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) terapresiasi 2,40 persen dan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) naik 2,34 persen.
Harga minyak mentah melonjak pada Rabu (11/6/2025), menyentuh level tertinggi dalam lebih dari dua bulan.
Kenaikan harga minyak setelah sejumlah sumber menyebut Amerika Serikat (AS) tengah bersiap mengevakuasi kedutaannya di Irak akibat meningkatnya kekhawatiran keamanan di Timur Tengah.
Kontrak berjangka (futures) minyak WTI ditutup naik 4,9 persen ke USD68,15 per barel, sementara Brent menguat 4,3 persen menjadi USD69,77 per barel.
Kabar soal evakuasi kedutaan AS di Irak—produsen minyak terbesar kedua di OPEC setelah Arab Saudi—membuat para pelaku pasar terkejut dan langsung memborong kontrak berjangka minyak. Seorang pejabat AS juga menyatakan bahwa keluarga militer kemungkinan dipulangkan dari Bahrain.
“Pasar sama sekali tidak menduga risiko geopolitik sebesar ini,” ujar analis di Price Futures Group, Phil Flynn.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh memperingatkan bahwa Teheran akan menyerang pangkalan militer AS di kawasan jika pembicaraan nuklir gagal dan konflik dengan Washington pecah. Presiden Donald Trump dalam sebuah wawancara mengaku kurang yakin Iran akan bersedia menghentikan pengayaan uranium dalam kesepakatan nuklir dengan AS.
Ketegangan yang berlanjut dengan Iran membuat pasokan minyak negara itu kemungkinan tetap tertekan akibat sanksi.
Meski demikian, pasokan global tetap diproyeksikan meningkat, seiring rencana OPEC+ untuk menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada Juli—bulan keempat berturut-turut dalam rangka mengurangi pembatasan produksi.
“Kenaikan permintaan minyak di negara-negara anggota OPEC+, terutama Arab Saudi, bisa mengimbangi tambahan pasokan dan menjaga harga tetap tinggi dalam beberapa bulan mendatang,” ujar analis Capital Economics, Hamad Hussain, dalam catatannya.
Faktor lain yang turut menopang harga minyak adalah kabar tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan China, yang berpotensi mendongkrak permintaan energi di dua ekonomi terbesar dunia.
Trump menyebut China akan memasok magnet dan mineral tanah jarang, sementara AS akan mengizinkan pelajar China berkuliah di kampus-kampus Amerika. Namun, ia menambahkan bahwa kesepakatan tersebut masih menunggu persetujuan akhir dari dirinya dan Presiden Xi Jinping.
Menurut analis PVM, Tamas Varga, risiko penurunan harga akibat isu perdagangan sementara telah mereda, meski reaksi pasar masih lemah karena belum jelas dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak global.
Di sisi lain, Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS turun 3,6 juta barel menjadi 432,4 juta barel pekan lalu, lebih besar dari perkiraan analis Reuters yang hanya memperkirakan penurunan 2 juta barel.
“Laporan ini cukup mendukung penguatan harga,” kata Direktur Energi Berjangka di Mizuho, Bob Yawger, seraya menambahkan bahwa permintaan bensin mulai menunjukkan penguatan.
Permintaan bensin, yang diukur dari produk yang disuplai, naik sekitar 907.000 barel per hari menjadi 9,17 juta barel per hari.
Sementara itu, data inflasi konsumen AS hanya naik tipis pada Mei, memperkuat keyakinan pasar keuangan bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September. Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi seperti minyak. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.