IDXChannel - PT PAM Mineral Tbk (NICL) buka suara soal suspensi yang diberlakukan Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap saham perseroan. Sebagaimana diketahui, saham NICL disuspensi pada Jumat (16/5/2025) lalu hingga saat ini.
Direktur NICL Rony Permadi Kusuma menyebut keputusan suspensi seharusnya diberlakukan setelah emiten memberikan penjelasan kepada bursa terkait penyebab pergerakan harga saham yang signifikan. Sebab, keputusan tersebut memberikan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja saham NICL.
“Jadi sebelum disuspensi itu sebenarnya perlu juga kami diberi kesempatan untuk menjawab. Kalau UMA itu kami paham, tapi mohon izin supaya jangan langsung disuspensi,” kata Rony dalam Paparan Publik Insidentil, dikutip pada Selasa (20/5/2025).
Ke depan, Rony menegaskan tetap menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan prosedur good mining practice, serta lebih transparan atau terbuka kepada investor dan BEI.
“Kalaupun ada masukan-masukan baru, kami akan mencoba menyesuaikan dengan langkah-langkah itu di kemudian hari,” kata Rony.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur NICL Suhartono menjelaskan terkait lonjakan harga saham sebesar 202,86 persen dalam satu bulan terakhir. Kenaikan signifikan harga saham perseroan dipengaruhi oleh mekanisme pasar yang tidak bisa diprediksi oleh manajemen.
“Mekanisme pasar saat ini dipicu oleh keterbukaan informasi posisi keuangan dan kinerja NICL kepada publik,” kata Suhartono.
Melansir laporan keuangan per Maret 2025, perseroan mencatatkan pertumbuhan penjualan hingga 365,67 persen menjadi Rp543,91 miliar, dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp116,79 miliar. Sejalan dengan itu, laba perseroan juga melonjak tajam dari sebelumnya Rp12,19 miliar menjadi Rp192,85 miliar.
Suhartono menyebut, publikasi terkait dengan laporan posisi keuangan NICL yang disampaikan tepat waktu turut menjadi faktor pendorong kenaikan harga saham perseroan. Sebab, fundamental kinerja dan laporan posisi keuangan menjadi dasar bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi.
“Pembagian dividen rutin oleh perseroan turut mendapat respons positif dari pasar,” katanya.
Di samping itu, faktor makro ekonomi yang dipengaruhi oleh geopolitik yang amat sangat dinamis, salah satunya hubungan dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) juga disebut sebagai penyebab mekanisme pasar yang terjadi.
Juga, optimisme para pelaku pasar terkait posisi strategis Indonesia dalam pasar nikel global, dengan menguasai 34 persen cadangan nikel global, sehingga Indonesia memiliki posisi strategis dalam rantai pasok mineral kritis, terutama untuk industri kendaraan listrik turut dinilai sebagai pendorong kenaikan harga saham perseroan.
(Dhera Arizona)